Muslimah Perindu Surga, Tangguh Dalam Bersyariat
Di tengah maraknya fenomena muslimah berkerudung dan berhijab syar’i
saat ini, tak sedikit pula masih kita temui perempuan-perempuan muslim
yang belum tergerak hati dan pikirannya untuk melaksanakan kewajiban
menutup aurat. Panas, belum siap, mau jilbab-in hatinya dulu, nanti saja
kalau sudah punya suami, takut ah, nanti susah dapat kerjanya, dan
segudang alasan-alasan lain dijadikan tameng penghalang untuk
melaksanakan kewajiban tersebut.
Hal ini berbeda jauh dengan perempuan di masa Rasulullah saw. masih
hidup, dulu. Ketika surat An-Nur ayat 31 dan surat Al-Ahzab ayat 59
diwahyukan kepada Rasulullah saw., para perempuan bergegas melaksanakan
perintah untuk menutup aurat bahkan dengan menggunakan kain apa saja
yang ada di rumah mereka pada saat itu.
Kenapa bisa berbeda dengan perempuan saat ini?
Setelah dikaji lebih lanjut, hal ini dikarenakan adanya perbedaan
tipe perempuan berdasarkan ketangguhannya dalam bersyari’at
(melaksanakan perintah Allah).
Setidaknya, terdapat enam tipe perempuan berdasarkan ketangguhannya
dalam bersyari’at. Pertama, perempuan yang tidak memiliki pengetahuan
agama. Perempuan tipe ini hanya menggunakan naluri dalam mematuhi aturan
Allah. Nah, yang ini saya alami sendiri beberapa tahun silam. Ketika
pertama kali melihat perempuan berkerudung lebar di trotoar pinggir
jalan, saat ia hendak menyeberang. Saya melihat beliau begitu anggun
dengan kerudungnya. Lalu, naluri saya tergerak untuk mengikuti. Padahal,
waktu itu saya belum tahu kewajiban menutup kerudung ke dada yang ada
dalam Q. S. An-Nur ayat 31.
Kedua, perempuan yang memiliki pengetahuan agama, melihat fakta di
sekitarnya, tapi tidak dapat mengkaitkan pengetahuan agama tersebut
dengan fakta yang ada. Perempuan tipe ini pengetahuannya belum sampai
tahap memahami, hanya sebatas tahu saja. Tahu kalau perempuan muslim
harus menutup aurat, tapi tidak mau melakukannya dan tidak memahami
bahwa tindakannya tersebut dapat memicu naluri seksual bagi lelaki yang
melihat auratnya. Sehingga akhirnya ia enggan untuk melaksanakan
kewajiban tersebut.
Ketiga, perempuan yang memiliki pengetahuan agama, mengindera fakta
di sekitarnya, dapat mengkaitkan pengetahuan agama tersebut dengan fakta
yang ada, tapi ia tidak mau melakukannya. Perempuan tipe ini hanya
berpatokan pada asas manfaat. Jika tidak ada manfaatnya, dia tidak akan
mau melakukan suatu hal meski harus melanggar hukum syara’. Contohnya,
pada muslimah yang tidak mau menutup aurat dengan alasan susah cari
kerja. Padahal, rezeki itu kan dari Allah, ya? Masa’ sih Allah tidak
memberi rezeki pada hamba yang taat pada-Nya?
Keempat, perempuan yang memiliki pengetahuan agama, mengindera fakta
di sekitarnya, dan dapat mengkaitkan pengetahuan agama tersebut dengan
fakta yang ada, tapi ia tidak berani. Ketidakberanian ini bisa
disebabkan karena tekanan lingkungan dimana perempuan tipe keempat ini
tinggal. Misalnya, pada mereka yang sudah berniat untuk berjilbab dan
berkerudung, namun mendapat tekanan dari keluarga hingga akhirnya niat
yang sudah tertanam dalam dirinya luntur begitu saja.
Kelima, perempuan yang memliki pengetahuan agama, mengindera fakta di
sekitarnya, dapat mengkaitkan fakta dengan pengetahuan agama, dia
berani, namun lamban dalam menjalankan syari’at. Perempuan tipe ini
membutuhkan waktu dan berproses dalam menjalankan syari’at. Ia cenderung
memerlukan penguat untuk menjadikannya tangguh dalam bersyari’at. Entah
dari teman, keluarga, atau rekan seperjuangan dalam dakwah.
Keenam, perempuan yang memiliki pengetahuan agama, mengindera fakta
di sekitarnya, dapat mengkaitkan fakta dengan pengetahuan agama
tersebut, ia berani, dan cepat dalam menjalankan syari’at. Perempuan
tipe inilah yang dikatakan tangguh dalam bersyari’at. Cermin perempuan
tipe ini ada pada Ummul Mukminin dan Shahabiyah di masa Rasulullah saw.
Salah satu contohnya adalah Khadijah ra. Ketika wahyu turun untuk
pertama kalinya, beliau adalah orang pertama yang meyakini dan
membenarkan apa yang Rasulullah bawa (Islam). Tidak hanya itu, beliau
juga memberikan begitu banyak pengorbanan bagi keberlangsungan dakwah
Islam. Nah, selain Khadijah ra., perempuan yang tangguh dalam
bersyari’at juga dapat kita temui pada diri Asiyah, istri Fir’aun. Yang
meskipun suaminya mengaku dirinya sebagai Tuhan tapi tak menyurutkan
sedikitpun niat Asiyah untuk tetap beriman pada agama tauhid yang
meng-esa-kan Allah swt.
Ketangguhan dalam bersyari’at ini memerlukan ‘api’ al-khauf dan
ar-roja’. Al-khauf adalah ketakutan pada azab Allah dan ar-roja’ adalah
pengharapan pada ridha dan surga Allah. Muslimah yang tangguh dalam
bersyari’at melakukan semua perintah Allah dengan bersegera karena
mengharapkan keridhaan Allah atas diri mereka karena mereka merindukan
untuk menjadi penghuni surga di kehidupan setelah kehidupan dunia, yaitu
di kehidupan akhirat nanti.
Semoga kita menjadi muslimah yang tangguh dalam bersyari’at, tidak
hanya dalam hal menutup aurat, namun juga untuk perkara-perkara wajib
lainnya. Dengan ketangguhan kita tersebut, kita melakukan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya karena berharap ridha Allah. Semoga
dengannya, surga pun merindukan diri kita sebagai penghuninya kelak.
Komentar
Posting Komentar