BAPER ?

Sahabat yang dirahmati Allah SWT, akhir-akhir ini lagi musim sekali kata BAPER, yak nggak ? BAPER itu bukan nama kue ya sahabat, tapi singkatan dari “Bawa Perasaan” dan mungkin kita sering sekali merasakannya.

Bawa Perasaan alias baper ialah kondisi di mana perasaanlah yang bermain dan mendominasi. Perasaanlah yang menjadi kompas/penentu apakah hal itu dianggap baik atau buruk. Sebelum kita bahas bahaya atau nggak, kita harus menyamakan frekuensi tentang perasaan itu sendiri. Perasaan adalah sesuatu yang Allah SWT berikan kepada manusia, pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki perasaan, contohnya perasaan senang, sedih, suka, tidak suka, kasihan, tersinggung, malas dll. Jadi, perasaan itu fitrah yah sob. Namun, perasaan akan sangat berbahaya jika salah digunakan, layaknya sebuah pisau. Maksudnya? Perasaan memang fitrah (sepakat ya), dengan perasaan kita bisa mengekspresikan apa yang kita rasakan. Perasaan memiliki sifat yang berubah-ubah dan subyektif maka dari itu akan sangat berbahaya jika perasaan digunakan untuk mengambil keputusan, melihat fakta, dan menjadi standar. Butuh bukti ?
 
Salah satu tanda cinta seorang muslim kepada saudaranya adalah melakukan amar ma’ruf nahii mungkar. Tersebutlah ada A dan B. Dibutuhkan keberanian bagi orang yang akan meng-amar ma’rufi dan dibutuhkan kelapangan dada bagi orang yang di-amar ma’rufi. Bayangkan jika keduanya baper, mungkin A nggak akan pernah melakukan amar ma’ruf nahii munkar karena takut menyinggung dan B sebagai objek amar ma’rufpun BAPER. sehalus apapun, selembut apapun pasti dia akan tersinggung, marah bahkan sampai menangis, dan bisa jadi persahabatan mereka putus begitu saja dan mungkin mendatangkan dosa (bagi A karena membiarkan/lalai dari aktivitas dakwah, dan B akan berburuk sangka dan menolak kebenaran). Kita dapat berkaca pada perjuangan Rasulullah SAW. Bersama perjuangannya yang tak mudah, penuh caci maki, dan siksaan fisik, jika Rasul SAW BAPER, mungkin dakwahnya berhenti dan Islam takkan menyebar seperti sekarang ini. Contoh lainnya adalah kisah cinta Fathimah AZ-Zahra dan Ali Bin Abu Thalib yang cintanya tumbuh sejak lama dan bertahan dalam diam dalam waktu yang lama pula. Bayangkan jika mereka BAPER ? Mungkin kisah pacaran akan terjadi kepada mereka yang jelas hukum syara’ pacaran adalah tidak ada (haram). Begitupula kisah paman Rasulullah SAW, Abu Thalib, karena BAPER nggak enakan dengan kaumnya, mungkin hingga akhir hayatnya masihlah berstatus non-muslim. Beberapa kisah tersebut adalah gambaran bahayanya perasaan jika kita jadikan patokan dan standar. Urusannya dosa dan pahala, surga neraka loh.
 
Perasaan yang cenderung subyektif akan selalu berpihak dengan apa yang kita suka untuk memutuskan sesuatu, tidak bisa kita jadikan penentu, Allah SWT berfirman :
“..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.(TQS. Al-Baqarah : 216)
 
Dari Penggalan ayat diatas. Allah menyatakan bahwa apa-apa yang kita suka belum tentu baik di mata Allah SWT, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, cukuplah hukum syara’ yang menjadi standar bukan perasaan .
”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS.An-Nisa:65).
 

Komentar

Postingan Populer