Hijab Dalam Islam


Dewasa ini sering kita menjumpai berbagai maksud dan tujuan manusia dalam konteks melaksanakan syariat Islam. Ada yang sekedar menjalankan rutinitas, pencitraan diri, merasa tidak enak dengan keluarga baik itu mertua bagi menantu, ibu bapak bagi seorang anak, istri bagi suami dan juga sebaliknya, bahkan ada yang supaya memuluskan niat dan hasratnya mewujudkan maksud duniawi seumpama menjadi kepala daerah, anggota legislatif, ketua RT/RW, lurah, pimpinan lembaga atau organisasi tertentu yang mempunyai nilai prospek ke depannya.

Kesemuanya itu jauh dari tujuan sebenarnya menjalankan syariat yaitu dengan niat ikhlas mengharap ridha Allah SWT agar menjadi sebuah amal ibadah yang bermanfaat dunia akhirat dan merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan per individu yang telah memenuhi syarat taklif yang ditentukan.
Padahal seandainya niat mengerjakan itu semua sesuai dengan yang telah digariskan Allah SWT dan rasulnya maka perkara yang bersifat duniawi pasti mengikuti juga. Seumpama orang makan kalau berniat untuk menambah kekuatan dan semangat melaksanakan ibadah maka pahala pun didapat dan kenyang sudah pasti mengikuti.
Faktor penyebabnya tidak lain dikarenakan pemahaman individu bersangkutan terhadap esensi dasar dari disyariatkannya kewajiban tersebut yang belum matang dan utuh dipahami, sehingga di lapangan bisa kita melihat terkesan setengah- setengah dalam aplikasinya dan bahkan semaunya saja yang menurut anggapan mereka bisa disamakan dengan perkara- perkara yang bersifat duniawi yang notabenenya diprakarsai oleh orang- orang di luar Islam pada kebanyakan.
Alangkah amat miris kita saksikan dikala syariat Islam yang oleh penganutnya sendiri sudah menganggap sepele. Menunda-nunda, merasa seolah-olah diri belum siap bahkan ada yang selalu berpatokan Tuhan amat pemurah dan penyayang sehingga dikala usia menginjak senja baru memulainya dengan dalih bertaubat. Seolah-olah usia itu bisa kita kendalikan menurut kemauan kita, dan seakan-akan tidak sadar bahwa usia tua itu bukan masa yang ideal untuk “menikmati” perintah Allah, menjalankan sunnah rasul.
Padahal usia muda lah yang menentukan sikap hidup kita ketika tua, dan pelatihan ibadah menjalankan syariat Islam itu lah ketika masa muda, usia tua sangat rentan terhadap penyakit, fisik lemah, pikiran lemah, dan saat-saat menunggu ajal pun semakin dekat. Syeikh Al-Maududi adalah seorang ulama yang sangat keras menyangkut fenomena seperti itu. Bagi beliau, kalau kita ingin masuk ke dalam agama Islam tidak boleh setengah-setengah. “Ya atau tidak sama sekali!”. Harus tegas dan tidak boleh semaunya.
Bahkan dalam bahasa yang lebih ekstrim beliau mengatakan kalau ada ummat Islam yang justru hanya akan bikin malu ummat Islam yang lain karena tidak mampu berIslam dengan benar, lebih baik keluar saja dari Islam. Keras, memang!
Dalam konteks permasalahan ini sangat gamblang kita melihat fenomena yang sangat riil adalah menggunakan jilbab bagi kaum hawa, yang sudah menjadi kewajiban mutlak untuk diikuti dan dijalankan, oleh karena hukumnya adalah wajib maka apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan berdosa, demikian ta’rif wajib.
Al-Qur’an berbicara mengenai perintah tersebut sebagaimana terekam dalam QS An-nur ayat 31 dan begitu juga al-Hadits Rasulullah SAW yang menegaskan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Asma, sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah cukup umur, tidak boleh dilihat seluruh anggota tubuhnya, kecuali ini dan ini, sambil Rasulullah menunjuk muka dan kedua telapak tangannya”.
Jelas sekali perintah tersebut yang dengan tegas dan lugas berbicara mengenai batasan menutup aurat bagi wanita, adapun mengenai sanksi yang kelak diterima bagi siapa yang meninggalkannya itu secara lebih objektif bisa kita pelajari dari hadits Rasulullah yang cukup panjang yang mengomentari berkenaan perjalanan Isra’ dan mi’raj Rasulullah ketika Nabi Muhammad menerima perintah shalat 5 waktu dari Allah SWT. Ketika itu Rasulullah mendapat kesempatan untuk mengunjungi neraka, dimana Allah SWT memperlihatkan berbagai macam siksaan neraka, yang ternyata kebanyakan penghuninya adalah wanita, dalam penggalan hadits tersebut disebutkan, “ Wanita yang disiksa dengan cara digantung dengan rambutnya sampai mendidih otak di kepalanya didalam neraka, ialah wanita- wanita yang memperlihatkan rambutnya kepada laki- laki yang bukan muhrimnya” na’udzubillah.
Sewaktu beliau menceritakan nasib kaum wanita yang berat siksaannya dalam neraka karena tidak memakai jilbab atau kerudung kepala semasa didunia, beliau sampai meneteskan airmata. Begitulah kasih sayang dan kecintaan Nabi Muhammad SAW kepada ummatnya sampai menangisinya, terlebih kaum wanita yang dengan kedatangan beliau ke muka bumi ini terangkat harkat dan martabatnya. Seyogianya kaum wanita memperhatikan hal tersebut sembari memperbanyak rasa terima kasih kepada Rasulullah SAW dalam bentuk memperbanyak shalawat.
Sekarang kalau kita keliling seluruh Indonesia, Malasyia, Singapura, dan Brunei, sedikit sekali kita jumpai wanita yang memakai kerudung kepala, umumnya hanya anak- anak pondok pesantren, sekolah- sekolah Islam dan wanita majlis ta’lim, jumlahnya pun bisa dihitung jari, kalau demikian keadaannya tidak ada artinya jumlah penduduk Islam yang mencapai 1,57 milyar didunia ini dan khususnya Indonesia 12,9% dari populasi Muslim dunia (The Pew Forum on Religion & Public Life).
Ketika ditanya alasan kenapa tidak mau memakai jilbab atau kerudung kepala, alasannya pun bermacam- macam, ada yang mengatakan fanatik agama, belum siap, sudah kuno tidak cocok dengan jaman, panas dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan dalih murahan orang yang mengingkari ketentuan Allah SWT saja.
Sikap wanita jaman sekarang tersebut bertolak belakang dengan sikap wanita-wanita Islam ketika perintah memakai jilbab ini diturunkan Allah SWT, sebagaimana diceritakan oleh Siti Aisyah, istri nabi Muhammad SAW, sebagai berikut: “ telah berkata Aisyah, mudah-mudahan Allah memberikan rahmat atas wanita- wanita muhajirat yang dahulu, diwaktu Allah menurunkan ayat kerudung itu, mereka koyak kain-kain yang berlukis mereka yang belum dijahit, lalu mereka jadikan kerudung
Sikap wanita Islam Madinah ketika turunnya ayat tentang kewajiban memakai kerudung kepala sangat relevan dengan pribadi seorang beriman dan relevan pula dengan pengakuannya ketika shalat dalam doa Iftitah. Kaum wanita menyangka bahwa dengan tidak memakai jilbab hanya berdampak dosa kecil yang tertutup dengan banyak pahala dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka kerjakan. Ini adalah paradigma berpikir salah yang perlu diluruskan, agar tidak menular kepada generasi- generasi pemudi Islam seterusnya di masa akan datang.
Inilah menjadi tugas utama orang tua, guru, ustaz dan mubaligh untuk memberikan pemahaman tentang duduk perkara yang sebenarnya. Apalagi kalau di kota- kota dalam khutbah, ceramah ataupun tausiyah sangat jarang ustaz menyampaikan pencerahan ini bahkan terkadang materinya lebih kepada bersifat duniawi semata.
Memang wanita- wanita Islam dewasa ini banyak juga yang memakai jilbab dari segi kuatitas, tetapi dari segi kualitasnya nihil dalam artian niat dan tujuannya yang disalahgunakan. Realita kita lihat para wanita- wanita muslimah sering menyalahgunakan dengan semata- mata hanya tujuan karir, cari popularitas, menjaga imej buruk lingkungan, tuntutan kerja, dan lain- lain. Yang paling membuat kita miris adalah kenyataan bahwa sebahagian besar pemakai jilbab itu memang hanya memahami jilbab itu sebagai pakaian untuk ke kantor atau ke sekolah, sekembali mereka dari kantor dan sekolah, mereka kembali ke pakaian mereka semula.
Bahkan, pada saat masih di sekolah, misalnya saat jam olahraga, siswa kembali dibiarkan membuka auratnya. Sungguh, fenomena ini adalah sesuatu yang paradoks dan menyedihkan.Makanya tidak salah kalau ada yang berpendapat bahwa yang melatarbelakangi wanita memakai jilbab ada 4 faktor yaitu, pertama; faktor medis, dimana seorang wanita terpaksa mengenakan jilbab ataupun hijab untuk menutupi aib badaniah yang melekat padanya disebabkan karena penyakit akut yang diderita, atau sehabis menjalani operasi yang menimbulkan bekas yang tidak enak dilihat apabila tidak ditutupi,
Kedua; faktor modis, mungkin faktor inilah yang kebanyakan mempengaruhi wanita dalam berhijab, ditengah semakin majunya dunia dalam bidang mode yang menyuguhkan berbagai macam corak dan tren ragam pakaian wanita, mulai dari rok mini, celana jeans, daster, longdress, dan tidak terkecuali jilbab, yang dimodis dengan beragam corak dan merk, ditambah dengan semakin menjamurnya rumah- rumah fashion yang menyediakan aneka ragam model jilbab. Sehingga bukan tidak mungkin kalau tujuan Islam memerintahkan memakai jilbab disalahgunakan untuk tujuan berlomba- lomba mengikuti fashion;
Ketiga; faktor akademis, ini adalah faktor tuntutan lingkungan kampus, sekolah, instansi atau lembaga tempat bekerja, hanya mengikuti perintah dan seruan dari pemegang kekuasaan dilingkungan aktivitas tersebut. Apabila aktivitas selesai digeluti maka kembali menampakkan auratnya, kembali dengan penampilan gaya kebarat- baratan yang semakin hari semakin gencar disuntikkan ke negeri kita. Tanpa kita sadari bahwa kita telah mengikuti jejak mereka, sekedar saran juga kepada pimpinan daerah, kampus, sekolah, instansi dan lembaga yang menerapkan kewajiban mengenakan jilbab kiranya diikuti dengan memberikan pemahaman tentang dasar hukum kewajiban jilbab dalam islam, seperti mengadakan majlis taklim, seminar, diskusi, sosialisasi dan alangkah bagusnya diikuti dengan pemberian sanksi bagi yang melanggar.
Keempat; faktor ideologis, inilah faktor yang membawa keselamatan dunia dan akhirat, menutup auratnya dengan tulus ikhlas mengharapkan ridha dari Allah SWT, semata- mata menjalankan tuntunan syariat Islam, dengan menutup auratnya wanita terjaga kehormatan, menambah kewibawaan, menghindarkan dari fitnah- fitnah yang merugikannya seumpama pemerkosaan, perzinaan, pelecehan seksual, pencabulan dan lain- lain.
Sebenarnya setiap perintah, baik yang bersifat wajib atau sunat, dan larangan baik haram atau makruh itu justru membawa manfaat dan kemaslahatan bagi manusia, seumpama jilbab yang disebut diatas. Manfaatnya sangat jelas sesuai yang telah diuraikan, larangan diharamkannya zina dalam islam, membawa kemudharatan tubuh dengan timbul berbagai macam penyakit kelamin, seperti HIV/AIDS dan juga mengakibatkan kacau keturunan, dengan banyaknya anak diluar nikah yang lahir tanpa tanggung jawab pelaku bersangkutan, sehingga berakibatkan aborsi, pembuangan bayi, bahkan dari aspek fikih si anak hanya ditinjau nasab dari pihak ibu, indikasinya dia tidak mendapatkan
warisan dari ayah biologisnya.
Menurut penulis, akar penyebab dari permasalahan di atas adalah karena ada begitu banyak muslimah yang memakai jilbab tidak diawali dengan pemahaman yang mendalam tentang hakekat penggunaan busana muslimah itu. Diyakini, kebanyakan pemakai jilbab hari ini tidaklah didasari dengan pemahaman bahwa jilbab itu adalah syariat Allah SWT yang wajib diikuti. Menutup aurat adalah wajib, membukanya adalah haram.
Dalam konteks ini, ketika pemerintah daerah memberlakukan aturan kewajiban berbusana muslimah, seyogianya pemberlakuan aturan itu diawali dengan pembinaan keagamaan yang intens kepada seluruh pihak terkait. Pembinaan itu bisa diberikan dalam berbagai bentuk, ceramah, majlis taklim atau pesantren kilat misalnya, untuk menanamkan aqidah kepada segenap aparatur pemerintah, siswi di sekolah dan para mahasiswi di kampus- kampus. Dengan kegiatan seperti ini diharapkan secara simultan terjadi pemahaman yang benar bagi segenap aparatur pemerintah dan seluruh pelajar tentang hakekat di balik pemberlakuan wajib jilbab itu.
Ketika pemakaian busana muslimah dilakukan dengan kesadaran dan pemahaman aqidah yang benar, maka insyaallah fenomena salah kaprah dalam pemakaian busana muslimah selama ini akan berkurang. Jilbab tidak lagi dianggap sebagai aksesoris penampilan seorang wanita saat dia mau saja, namun pemakaian jilbab benar-benar akan membumi dalam diri pemakainya yang pada akhirnya jilbab itu akan benar-benar membumi dalam makna yang sesungguhnya di ranah negeri tercinta ini yang bermayoritas muslim.
Ketika jilbab sudah membumi, maka efeknya tidak hanya akan terlihat dalam bentuk benarnya cara pemakaian jilbab itu secara syariat, tapi lebih dari itu kita akan melihat prilaku Islami yang diperlihatkan oleh segenap pemakainya. Kita akan temukan wanita-wanita shalehah yang berprilaku santun, sopan, dan simpatik di balik anggunnya busana muslimah yang membalutnya. Semoga! Wallahu a’lam bissawab.

Komentar

Postingan Populer